Tiba-tiba pintu kamar Chica terbuka, seorang cewek melongok
“Chica! Lihat buku Halloween of Princess Scotland punya gue, gak?” itu kakak kembar Cicha—Ochi. Cewek yang rada tomboi dan sama sekali nggak pernah memperhatikan penampilannya.
“Mana’ku tahu!!Makanya—jangan taruh benda sembarangan” omel Chica.
“Kalau nggak tau, bilang aja—nggak. Nggak usah pake nyolot dong!” Ochi yang emang rada galak itu membanting pintu kamar Cicha. Tepatnya kamar Chica juga kamar dirinya. Mereka satu kamar. Karena saudara kembar.
Yang lahir paling pertama ialah Corry Teresyani atau Ochi, yang kedua Christo Hironimus, dia cowok. Dan panggilannya Chico . Yang bontot jelas Chilyta Anggie—Cicha. Yup! Mereka kembar tiga
“Huh!! Andres—Ochi jahat! Dia galak! Nggak ada sifat cewe sama sekali. Mungkin seharusnya dia terlahir sebagai cowo kayak Chico ..” gumam Chica. Kadang dia pura-pura bicara dengan Andres.
Chica kembali menatap cermin. Tiba-tiba…
PRANG!!!
Kaca jendelanya pecah seketika—dari luar. Sebuah bola kaki masuk dari jendela itu. Tidak salah lagi.. pasti…
“CHICOOO!!!!!” marah Chica dan menuju jendela yang tanpa kaca itu. Kamar Ochi dan Chica memang letaknya dilantai satu—jadi mudah terkena bola. Ada Chico dengan tawa cengesesan. “He..he..he.. sory ya, Cha.. kamar lo jadi gak ada kacanya. Kelihatan lebih artistik lho!!” tawanya. Chica walau ‘cewek banget’ bisa marah lho, dan menatap tajam kakak kembarnya itu.
“Sory..sory.. lebih dewasa sedikit dong, Cicho! Kamu itu udah dua SMP, kok lebih mirip kelas dua SD sih! Inget dong—udah berapa kali jendela ini kamu pecahin. Sebulan ini udah lebih dari tiga kali’kan?!”
“Kan gue udah minta maaf..”
“Aku sih bisa maaf’in. tapi kalau Ochi—belom tentu kasih maaf. Aku udah bosen tidur dikamar tamu. AC-nya kurang dingin!” karena jendelanya udah pecah—Chico dapat memasuki kamar kedua kembarannya. “Ya udah—lo sama Ochi tidur aja dikamar gue. Kamar gue’kan cukup dingin. Ditambah lo bisa main PS 3 seharian. Kurang?”
“Ya udah. Aku mau ke kamar kamu..” Chica berbalik arah dan menuju lantai dua kamar Chico . Melihat adik kembarnya pergi—Chico tanpa rasa bersalah, mengambil bola tendangnya dan keluar main lagi.
Sementara, Ochi. Anak tertua dari Chico dan Chica sedang nyebur diri ke kolam renang. Tanpa mengenakan baju renang. Pakai kaos biasa. “Bibi!! Ambilin handuk!!” teriaknya. Seorang pelayan mengambilkannya.
Ochi kemudian keluar dari kolam dan menggunakan handuk itu untuk mengeringkan badan. Dia kemudian duduk beristirahat. “Bibi nggak lihat ya, buku Ochi yang sampulnya orange keunguan yang judulnya Halloween of Princess Scotland? Soalnya aku cari sampe pusing nggak ketemu-ketemu juga. Padahal baru kubaca setengahnya…”
“Bibi pernah lihat buku yang warnanya kayak yang mbak Ochi bilang—yang rada tebel’kan? Kalau nggak salah—bibi lihat di kamarnya mas Chico .” Muka Ochi seketika merah.
“Chico brengsek!!!” tanpa memperhatikan dirinya yang dalam keadaan basah, Ochi lari kedalam rumah. Sepertinya menuju kamar adik kembarannya yang cowok.
Justru Chica yang ditemukannya. “Lho, Chica. Lo lagi ngapain dikamarnya Chico ? Tuh anak mana?” Chica yang merasa terganggu menjawab. “cari aja Chico di tempat biasa dia main bola.” Chica kembali melanjutkan acara tidurnya yang sempat terganggu. “Tapi, kenapa di ruangan ini lo tidur? Memangnya ada apa dengan kamar kita?” Ochi bertanya heran.
“Cicho memecahkan jendela kamar kita lagi untuk keempat kalinya dalam sebulan terakhir.” Aku Cicha serta menjatuhkan kepalanya ke bantal bergambar spiderman yang empuk itu. Mata Ochi seketika membelalak lagi. “Cicha, lanjutkan tidur lo! Nanti biar Cicho kena pembalasan dari gue.” Ochi terdengar menuruni tangga. “Ah.. sesukamulah, Chi!” pada akhirnya Cicha berhasil tidur tanpa diganggu oleh kedua kembarannya yang terlalu kelebihan tenaga.
“Ooh..bagus,Cicho! Lo apa’in lagi kamar gue? Kenapa’sih selama ini lo selalu ngerusak kamar gue sama Cicha?! Apa lo nggak mandang gue ini sebagai kakak lo?” Cicho menunda permainan bolanya. Dan melihat Ochi yang menahan rasa marah sambil bertolak pinggang. ‘ada yang perlu gue selesaikan’ pikir Cicho.
“Eh, gue’kan Cuma nggak sengaja, Chi..lo marahnya jangan sampai segitunya dong!!!!”
“Terus yang harus gue laku’in gimana? Ketawa? Ketawa untuk apa? Karena lo pecahin jendela kamar gue?”
“Udahlah Chi..jangan perbesar masalah ini. Nanti juga jendela kamar lo bakalan diganti. Jangan sok seolah gue terus yang salah—dan perlu lo inget lagi—lo itu Cuma beda dua menit dari gue, jadi gue minta jangan gila hormat deh lo!!!” Cicho geram dan membawa bola sepaknya keluar dari rumah kesal dia pada Ochi—yang menurutnya terlalu gila hormat—minta dia hormati oleh kedua adiknya.
Sementara yang dilakukan sang kakak hanya mengamati kepergian Cicho dengan rasa dongkol besar di dalam hatinya. Sampai-sampai dia melupakan tujuan utamanya untuk menanyakan buku “Halloween of princess Scotland”nya yang diduga berada ditangan Cicho yang “menyebalkan” itu.
“Memangnya ada apa dengan Ochi?” tanya papi ketika makan malam. Yang duduk dimeja makan hanyalah Cicha, Cicho, mami dan papi. Akhirnya Cicha menceritakan, “Gini, pi, Ochi kayaknya marah sama Cicho karena Cicho menghilangkan buku yang baru dibelinya.” Cicho menyela, karena sepengetahuannya bukan masalah buku. Melainkan masalah jendela.
“Nggak kok Pap!! Ochi itu gila hormat. Hanya gara-gara dikeluarkan dua menit sebelum aku—dia merasa yang paling berkuasa atas diri aku. Tadi siang aku dimaki-maki karena aku nggak sengaja mecah’in jendela kamarnya lagi. Dan papi tau pa dikatakannya pada Cicho.. ‘Cicho..apa kamu tidak menghargai gue sebagai kakak lo?’ Cicho’kan dongkol..”
“Cicho mecah’in jendela lagi?” mami melotot.
“Iya Mam! Tapi Cicho nggak sengaja.”
“Lho, bukannya Ochi marah karena kamu menghilangkan buku novel yang baru dia beli?” tanya Cicha. “Nggak. Tadi sore itu kita berantem bukan karena buku itu. Tapi emang sih, buku novelnya—emang aku yang pinjem.”
“Kalau gitu—papi kali ini membela kakakmu, Cicho. Karena emang kamu yang salah. Dan sebagai pria kamu harus meminta maaf pada kakakmu itu.”
Tidak disangka—Cicho berdiri dari kursi membanting piring yang disantapnya. “Nggak! Nggak akan! Ochi yang salah! Harus dia yang minta maaf!” Cicho segera lari ke tangga menuju ruang tamu. Tempatnya bermalam kala itu.
“Cicho!!!!!” ucapan Mom dan Dad tidak dihiraukan Cicho.
Pagi harinya, Ochi masih nggak mau turun makan. Cicha sudah cerita kalau papa dan mama membela dirinya. Tapi Ochi nggak mau bertemu dengan Cicho di meja makan. Maka, dia langsung naik ke mobil sementara keluarga makan bersama.
“Cicho..papi nggak mau tau. Pokoknya dalam seminggu terhitung hari ini—kamu harus sudah berbaikan dengan Ochi..” “Tapi Pap,” ucapan papi dipotong. “apa pun alasannya…” Cicha tidak membela siapapun. Dia hanya mendekati ibunya dan meninta uang jajan. “Ini.. berikan juga untuk kakakmu..”
Cicha mengangguk dan menggenggam uang lima puluh ribu, untuk uang jajan dirinya dan Ochi. Lalu Cicha menuju garasi dan menaiki mobil yang khusus mengantar ketiga anak kembar itu kesekolah. Cicha memberikan uang jajan pada Ochi.
“Apa kata Mami sama papi?” hanya Ochi yang memanggil begitu. “Ya Cicho harus minta maaf ke kamu.” Ochi mengangguk. Ochi serta Cicha bersekolah ditempat yang sama di St.Ursula. Sementara Cicho sekolah di St.Pieter.
Cicho kemudian datang. Sok-sok tidak mau menatap Ochi. Begitu pula Ochi. Mereka saling membuang muka. Cicho duduk didepan sementara Ochi dan Cicha dibelakang. Pulangnya, seperti biasa Cicha, dan Ochi dijemput oleh supir naik mobil APV juga. Namun—Cicha melihat keganjilan. Tidak ada Cicho dimobil itu. Biasanya Cicho dijemput paling pertama, baru menjemput Ochi dan Cicha. Namun sekarang Cicho nggak ada.
“Pak, kok Cicho tidak dijemput?” tanya Cicha pada sang supir. Pak Mus, supir yang baik. Disukai oleh sikembar tiga.
“Buat apa juga mikirin Cicho. Dia’kan cowok, pasti bisa jaga diri.” Umpat Ochi rupanya dia masih kesal pada adik kembarnya itu. Pak mus mengatakan bahwa memang begitulah keinginan Christo. Katanya ingin pulang sendiri.
“Eh, Cicha, lo disini sebentar ya, gue mau mau kekantin didepan ada yang mau gue beli…” kata Ochi kemudian dia keluar dari mobil. Sementara adiknya si bungsu dia tidak mendengar perkataan Ochi barusan, karena dia lagi asyik denger’in MP3.
Cewek tomboy itu berjalan keluar sekolah. Café yang dia tuju letaknya tepat didepan sekolahnya. Tempat nongkrong anak-anak, Café itu didandani indah sekali, ada gaya artistiknya. Pokoknya tempat yang amat bagus untuk hang-out bareng.
Ochi datang ke café itu untuk membeli beberapa buah burger untuk dimakannya selama perjalanan. Tiba-tiba ada suatu pemandangan yang membuatnya membelalakkan matanya. Pemandangan yang baru sekali dalam tiga tahun ini terjadi.
Membuatnya menjadi kenyang saat itu juga dan membatalkan niatnya membeli burger.
Benar-benar membuat Ochi melupakan rasa laparnya.
Dia melihat;
Christo Hironimus berada di sekolahnya.
Sebenarnya tidak aneh. Karena hampir setiap hari Cicho mengantar kedua saudara kembarnya ke sekolah.
Tetapi keberadaan Cicho di sekolah itu, yang membuat Corry Teresyani gerah karena tepat di samping Cicho duduk ada seorang perempuan. Tidak salah juga Cicho berpacaran tapi yang jadi masalah ialah cewek yang berada di sampingnya ialah Tirani Aura. Tidak masalah juga ya, sebenarnya. Tapi akar pokok masalah yang benar-benar membuat Ochi panas dingin ialah perempuan yang bernama Tirani Aura itu ialah musuh abadi Ochi.
Tirani yang selama ini menjadi rival terberatnya. Tirani itu orangnya sok pintar sok cantik pula. Pingin muntah melihatnya. Tiap datang kesekolah menggunakan rok yang agak pendek. Yang sebenarnya dilarang, tapi ia tetap melakukannya. Dan kini, Tirani itu duduk semenja mengobrol dengan Cicho. Kembarannya! Itulah yang membuat Ochi gerah dan menuju mobilnya untuk pulang,
“Kalian udah pulang…?” sambut mami pada Ochi dan Cicha. Dua gadis itu mencium maminya, disebelah maminya ada Cicho yang sudah sampai terlebih dahulu. Dengan gaya pura-pura nggak mau menatap kakak kembarnya.
“Mi, Ochi mau naik. Ngomong-ngomong, jendela kamar Ochi udah dibetulin? Ochi kegerahan di kamarnya Cicho. Kayak di neraka…” kata Ochi menyindir si Cicho, sepertinya keributan akan dimulai lagi.
“Heh! Nggak usah pake nyindir nggak bisa apa? Kamar gue lebih nyaman dari kamar lo. Ada PS3nya. Kamar lo nggak punya..”
“Iya gue tahu kamar lo itu enak. Karena di lantai dua, jadi nggak usah khawatir jendelanya dipecahin!” balas Ochi. Cicho terdiam. Mati kata-kata.
“Ochi—udah dong, dia ini`kan adik kamu.” Sergah maminya.
“Iya, Mi. Ochi tahu dia adik Ochi. Ochi juga baru tahu kalau adik Ochi jadian sama temen Ochi eh bukan temen aku, lebih tepatnya rivalku.” teriak Ochi. Gadis tomboy itu lari ke lantai dua. Kamar sementaranya. Kamarnya Cicho.
Cicho nggak bergiming. Ia dipandangi oleh mami dan adik bungsunya. Langsung ia salah tingkah, dan berkata, “Mami… Cicha, jangan percaya omongan ngawur Ochi..” kata Cicho dan kemudian lari le lantai dua juga. Ia menuju kamar tamu. Mami dan anak bungsu yang manja, Cicha saling tatap tak paham.
*******
Untuk menuju kamar tamu, Cicho akan melewati kamarnya. Ketika ia melirik ke kamarnya, masih ada Ochi sedang asyik membaca buku. Itu memang kegemaran Ochi. Suka membaca buku.
Dengan memberanikan diri ia muncul dihadapan kakaknya.
“Heh…!” Ochi melirik, rupanya ada Cicho. Ia tak bergiming dan melanjutkan acara membacanya tanpa memperdulikan keberadaan Cicho. “Heh…!” panggil Cicho lagi, akhirnya Ochi menengok ke arah Cicho sambil memandangi Cicho dengan tatapan benci.
“Heh… Heh.. nama gue bukan ‘heh’ ya. Lo kurang ajar banget sih sama gue?” “Mentang-mentang lo kakak gue? Sorry ya.. Kita cuma beda dua menit. Kalo ke Andres, mungkin gue akan lebih sopan!”
Ochi memalingkan wajahnya ke bukunya lagi.
Cicho berbicara,
“Gue kesini cuma mau tanya, apa tadi lo liat gue ke café yang ada didepan sekolah lo?”
“Iya gue lihat lo peris. Persis disamping Tirani Aura iya`kan ?”
“Oh. Lo lihat gue sama cewek gue…? Bagus deh..”
Spontan! Corry Teresyani tertawa terbahak-bahak. Kalau dia sedang tertawa, sama sekali nggak terlihat sisi kecewekannya deh. Cicho tertegun. Bingung mungkin ia atas perlakuan Ochi. Ochi kemudian berkata, “Salah besar lo jadiin Tirani sebagai cewek lo. Lo nggak tahu aja busuknya dia…” omongan Ochi diputus Cicho.
“Halah.. Bilang aja lo tu ngiri sama dia. Disekolah, dia lebih terkenal`kan ? Dia lebih cantik dari lo, dia lebih famous dibanding lo, dan dia ialah seorang foto model. Apa salah gue macarin cewek perfect itu? Hah..?” tantang Cicho dengan suara lantang.
Tantangan itu dibalas oleh Ochi.
“Gue sama sekali nggak tertarik atau tergiur sama kepopuleran Tirani,” omongannya diputus lagi oleh Cicho.
“Ya karena dia rival terberat lo disekolahkan?” teriaknya,
“Cicho, denger gue, ada beberapa hal yang mesti lo tahu tentang Tirani, dia cuma cantik tapi dia bodoh! Dan…” sebelum Ochi melanjutkan kata-katanya, Cicho udah keburu keluar,
“…Dan Tirani itu nyemok…” sudahlah, Cicho nggak mungkin denger kata-kata gue. Yang penting gue udah memperingatkannya, urusan dia mau percaya atau nggak.
*******
Apa benar semua yang dibilang Ochi. Tapi, kayaknya nggak mungkin banget? Tirani`kan cewek baik-baik. Masa dia sampai nyemok. Tapi apa mungkin saudara kembar gue sendiri bohong`in gue?
Rupanya Cicho mendengar kata-kata Ochi yang terakhir. Agak sedikit nggak percaya juga. Dia menusuri lorong menuju kamar sementaranya.
Cicho kemudian terduduk di sisi ranjang, dia teringat kata-kata mami, “Jangan lebih percaya kata-kata orang lain dibanding kata-kata saudara…” kalimat itu terus teringang-inang dibenak Cicho. Kemudian ia membulatkan tekad, “Pokoknya gue harus nyelidiki… Siapa yang bohong, Ochi kembaran gue sendiri atau Tirani cewek gue sendiri.
*******
“Cicha, sini deeh…” wajah polos Cicha menengok ke arah Cicho. Cicha sedang asyik ngobrol ditelpon dengan Kak Andres. Kak, udah dulu ya, Cicho manggil aku. Dadah…” hubungan telpon terputus.
“Sini…” Cicho menarik tangan
“Adududuh… Ada apalagi`sih, Cicho? Ganggu telponnya Kak Andres aja!” keluh Cicha yang sedang mengenakan rok pink.
“Diem. Gue mau tanya…” bentak Cicho. Kemudian memaksa Cicha untuk duduk ditepi ranjang. Di tangan Cicho ada sebatang cokelat Tobleron.
Mata Cicha langsung tertuju pada cokelat yang ada ditangan Cicho. Memang, Cicha sangat menyenangi yang namanya cokelat. Apalagi cokelat putih.
“Cokelat ini bakalan jadi punya lo—kalau lo mau cerita ke gue.”
Dengan yakinnya Cicha setuju.
“Cerita`in apa aja yang lo tahu tentang Tirani…” pinta Cicho dengan seriusnya. Kontan saja pikiran Cicha menerawang. Ada apa gerangan Cicho bertanya tentang Tirani. Teman satu sekolahnya…
“Ada urusan apa kamu sama dia?” tanya Cicha yang tiba-tiba raut wajahnya menunjukkan tak suka.
“Udah. Cerita aja. Kalau mau cokelat ini!!” perintah Cicho.
“Oh.. Ok. Ok. Aku bukannya mau menjelek-jelekkan si Tirani itu. Dia`kan temen sekelas gue. Tapi, si Tirani itu bisa dibilang cewek nggak bener.” Kata Cicha. Ia menghela napas sebentar, “Dia suka nyontek, suka ngelawan guru, suka berantem deh, dia bikin gank gitu. Dia nggak mau temen-temen satu ganknya nggak terkenal, nggak kaya dan nggak cantik. Itu jeleknya,”
“Bukannya Tirani itu model terkenal.. Cantik pula.”
“Yaah.. Mungkin bagi Cicho yang nggak kenal dia dari deket, dia memang cantik, perfect, tapi, aku`kan tahu “dalem”-nya dia. Emang kenapa sih lo pingin banget tahu tentang dia. Aku jadi curiga,,”
Cicho mengelah, “Heh.. Heh.. Apa`an sih?! Cepet cerita.. kalo nggak nih cokelat gue kasih ke Bi Sum`nih..” ancam Cicho.
“Eh.. Ok. Ok. Aku lanjut`in. Tirani itu sombong, nggak pernah mau ngobrol sama aku. Dia juga..” Cicha seperti tak bisa mengatakannya…
“Dia kenapa?? Cepet cerita…!” paksa Cicho.
“Jangan bilang siapa-siapa ya.. Si Tirani itu pernah ketahuan merokok di toilet. Nah itu yang buat si Ochi benci banget sama si Tirani. Mereka selalu ribut. Sering banget keluar masuk ruang BP. Makanya kalau tanya-tanya tentang Tirani, jangan ke Ochi. Tirani itu rival terberat Ochi,”
Perasaan Cicho terpana.
Ternyata Ochi benar. Tirani nggak seperfect wajahnya. Namun, sebejad kelakuannya. Salah besar, dia tak percaya pada kakak kembarnya.
Ia merasa amat bersalah kepada Ochi, kemudian ia berdiri memberikan cokelat sesuai janjinya pada Cicha, lalu dengan langkah seperti tak sadar, Cicho keluar dari kamar Cicha. Lebih tepatnya kamar dirinya.
*******
“Gue sama sekali nggak sangka—Tirani ternyata busuk. Cewek apa`an itu, biang onar, biang rusuh, nyemok.. Ternyata gue selama ini bodoh untuk percaya sama omongannya. Ochi… Maaf`in gue ya…”
Masalah pun berakhir, Cicho segera minta maaf pada kakak kembarnya kurang dari seminggu. Juga ia mengaku telah menyembunyikan buku yang dicari-cari oleh Ochi. Karena ia ingin usil dengan Ochi.
Tak lama setelah itu, tentu saja, hubungan antara Cicho dengan kekasihnya, Tirani yang model itu berakhir. Cicho membuka kedok Tirani. Bahkan setelah itu—Tirani dijauhi oleh teman-teman ganknya yang sama sombongnya, sama kayanya, sama cantiknya.
“Ternyata mami benar! Jangan lebih percaya dengan orang lain, dibanding dengan saudara sendiri. Walaupun kau tidak akrab sama sekali dengan saudaramu itu…”
_TAMAT_
Tidak ada komentar:
Posting Komentar