Sabtu, 16 April 2011

anti perjodohan

TIDAK! Apa dunia ini so greazy by now?Atau orang-orang mulai memakai sepatu pada kepala mereka? Atau yang lebih mengerikan lagi, Bumi memutari bulan selama 24 jam.
By the way ini lebih mengerikan dibandingkan itu semua. Mereka pikir umur gue berapa? Apa mereka pikir karena aku baru berumur 16 tahun sedang mereka sudah kuliah mereka dapat semaunya padaku.
Bayangkan! Umurku baru menginjak 16 tahun dua bulan yang lalu. Masa, harus ‘dijodoh’in’ segala. Please gitu loh! Ini bukan jaman Siti Nurbaya. Tapi jaman Siti Nurhaliza, atau jaman Krisdayanti yang memakai pernak-pernik yang sama sekali tidak cocok dengan style-nya. Seperti style Miranda. Cewe ganjen yang sukanya make apa aja untuk penampilannya. Padahal nilai kimia dia 0 besar.Tapi untuk penampilan kita hadahkan nilai 80.
Tidak sepertiku. Yang sama sekali gak mikir tentang style. Buat apa.. toh hasilnya ‘podo mawon’ Shintya tetap Shintya. Tak ada satupun yang berubah darinya walau didandani secantik apapun. Buktinya walau gak dandan banyak cowo yang kesengsem sama muka chinaku.

Ini dimulai ketika ide gila kakak kembarku. Aku dilahirkan dengan kenyataan bahwa sebagai anak bontot yang biasanya paling disayang. Mana ketiga kakakku laki semua. Tentu anak perempuan bontot paling disayang.
Kakak pertamaku namanya Melvyn. Kuliah di UKI. Dari sudut pandang anak cewek, dia termasuk kategori keren. Tinggi jangkung. Dan jago basket. Suka pakai Gell, yang memperlihatkan bahwa ia lelaki rapih.
Kakak kembarku namanya Gerry dan Gerald. Hanya berbeda 2 tahun Sekolah kami sama. Gerry dan Gerald banyak cewek yang naksir. Tapi mereka belum mau milih cewek. Paling Cuma kenalan dan tidak berniat serius. Sudah puluhan gadis di kelasku yang memintaku untuk membantu kedekatannya dengan 2 kakakku. Tapi hasilnya nol besar. Mungkin mereka terlalu sibuk dengan jodohku.


Malam-malam dingin begini paling enak tidur. Apa daya banyak tugas bertumpuk dan bersiap membuat kedua mataku berkunang-kunang. Saat itulah kedua kakak kembarku datang dengan muka jahilnya. Gue muak ngeliatnya. Pasti ada ide gila lagi.
“Koko ngapain sih? Gak tau sekarang jam sebelas, waktunya anak perempuan untuk tidur. OK…???!!!” kataku marah.
“Ntar, dulu dong, anak manis. Kita punya cowo nih..” kata Gerry dengan muka penuh harap. Ooh.. siapa lagi ini? Apa Henry, cowok kuliahan sudah kerja bahkan umurnya lebih tua lima bulan dari kakak tertuaku. Atau Joseph, cowok culun punya (cupu) yang usianya lebih muda sebulan dariku.
“Kalo seperti Henry, Joseph, Mario dan lainnya… tidak deh, makasih koko.. aku bisa nyari sendiri kok. Banyak kok yang naksir aku,” Kataku dan masuk keselimut. Namun Gerry yang gigih segera menarik selimutku. Gerald nampaknya sibuk memperhatikan foto-foto dimeja belajarku.
“Ooh, tidak adikku sayang, sekarang cowo ganteng, tinggi, pinter, tajir lagi pokoknya dijamin sukses sama lo. Iya, gak, Rald?” Tanyanya pada koko Gerald yang sedari tadi memperhatikan foto-foto.
“Ah, iya, iya..” katanya kikuk.
“Rald, lo ngeliat’in foto apa sih?” Tanya Gerry lagi.
Saat itulah Gerald mendatangi kami dan duduk ditepi ranjang. Sambil menatapi serius foto itu.
“Foto apa sih?” Kayaknya koko Gerry sedikit kesal pada kembarannya yang dari tadi tidak membantunya nyomblang’in aku. Dengan kasar direbutnya foto itu.
“Ini siapa Shin?” Tanya Gerry tiba-tiba, Aku jadi tertarik siapa yang dimaksud kedua kokoku. Ooh God. Itu Heribertus, ketua kelasku, aku dan dia difoto sebagai kenang-kenangan ketua dan wakil ketua kelas. Maka kami berpose sedikit berlebihan. Nah, ini kesem patan bagus.
Ini adalah cara satu-satunya. Agar koko-kokoku yang reze meng hentikan penyomblangan ini. Dengan berpura berpacaran dengan ketua kelasku. Apalagi Bertus orang yang mudah dimintai tolong. Aku berkata dengan pasti.
“Koko. Udah ya, gue gak mau dicomblang’in. Nanti orang yang difoto ini marah loh, dia cowok gue. Namanya Bertus. Elo aja yang gak pernah liat…”
Gerry dan Gerald bertatapan hampa. Inikah akhir penyomblang annya? Jadi, acara penyomblangan ini akan tamat dengan ending gue pemenangnya. I win, you lose.
“Dia kelas berapa?” Tanya Gerald.
“Sama. Sekelas kok. Dia itu, pinter, cakep , tinggi, jago basket, ketua kelas, dan bendahara OSIS lagi..” kataku.
“Ooh. Gitu, kenal’in sama gue. Bawa dia besok kesini..” Kata Gerry denga sedikit kesal. sambil keluar dari kamar , disusul Gerald.
“Koko…” namun teriakanku tidak didengar mereka. Ah gampang, gue tinggal minta bantuan Bertus. Kaya di film-film.


Pagi-pagi sekali gue udah berangkat bareng Gerry dan Gerald naik mobil mereka. Gerald yang nyetir. Honda City terbaru berwarna metalik. Sebelum keluar, Gerry berpesan.
“Jam tiga, suruh dia ke rumah , gue mau liat..” Katanya sangar, tidak terima dengan kekalahannya . Mungkin.
Dikelas , pemandangan lagi ngerja’in Pr udah bak kacang goreng. Pr apa ya, kalo gak salah hari ini termasuk hari sibuk. Sebab Pr menumpuk hingga jam tidur gue kemaren berkurang. Dari kimia, fisika dan biologi. Bikin mumet aja. Dan yang tidak mengerjakan termasuk ketua kelas kita, Heribertus.
“Pr apa sih, Ber?” sapaku dan menaruh tas tepat dimeja depan.
“Kimia. Emang lo udah?” tanyanya.
“Udah. Mau lihat? Di meja gue aja.” Ajakku. Bertus mengambil bukunya dan menyontek pekerjaanku.
“Hebat lo. Gue aja nyerah, kemaren aja gue tidur jam 12 gara-gara ini.” Keajaiban!! Cowo itu duduk disebelahku. Terus terang aja, aku langsung minta bantuannya. Agar kedua kokoku gak lagi ngurus’in kisah cinta adik bontotnya. Uang cepek ribu ternyata mampu membuat Bertus menganggukkan kepala tanda setuju.
“Shin, gue kasih tau, ya.. supaya mirip kita pacaran, elo pulang bareng gue naik motor gue. Terus , elo panas-panas’in koko elo. Gampangkan?” Gue sih setuju-setuju aja.
“Aduh, Bertus pinter. Thanks ya.. gue ke mobil koko gue dulu..”
Dan benar, sepulang sekolah, biasanya gue balik bareng koko-koko gue. Terus gue bilang aja,
“Ko, gue balik bareng Bertus, ya..” dan saat itu gue berani bertaruh kalo muka mereka berdua merah padam bak kacang goreng. ( kacang goreng lagi? ^^; )
Tapi kami tidak langsung pulang. Kami sempat ke Gading untuk foto bareng dan main bareng. Rupanya Bertus anak yang asik juga. Kira-kira pukul tiga lewat, kami memutuskan untuk ke rumah.
“Shin, gue takut nih, koko elo gak makan orang kan?” tanyanya kuatir, dan yang kuatir bukan hanya ia sendiri termasuk gue serta ketiga koko gue. Kurasa. Untunglah, nyokap bokap lagi ke Semarang ada urusan bisnis , dan pulang sebulan lagi.
Gerry, Gerald dan Melvyn menunggu dengan cemas. Mungkinkah karena aku bontot? Iih, menjijikkan. Diskriminasi. Itulah yang dilakukan ketiga kokoku pada pacar bohonganku. Namun kami berhasil melaluinya dengan sangat baik. Mungkin untuk kelas drama kami memenangkan nilai 99 dengan tingkat kegagalan kurang dari satu persen.


Sekitar seminggu kami berpura-pura pacaran. Dan itu yang membuat gue bener-bener suka sama yang namanya Bertus. Cowok cakep, lembut, pinter, dan itulah yang membuatku tertarik padanya.
Dua minggu kemudian.
“Shin, elo mau balik? Gue anter ya…” Tentu aku tidak menyia-nyiakannya. Di dalam mobil itulah ia menyatakan perasaannya padaku.
“Elo serius kan? Pertamanya kita’kan Cuma bohong-bohongan..” Shintia bertanya meyakinkan.
“Gue mau serius kok sama lo..”
Itulah kata-kata terakhirnya yang aku ingat. Yang aku ingat sekarang adalah, kenyataan bahwa kami telah benar-benar berpacaran tanpa di ketahui kebohongan kami tiga minggu yang lalu oleh ketiga kokoku. Sekali lagi, bilai kebohonganku 100% dan tetap nilai matematikaku 0 besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar